Senin, 26 Desember 2016

Profil Pulau Gamumu

 
PULAU GAMUMU DAN DESA MANO
Pulau Gamumu adalah sebuah pulau yang terletak di bagian Selatan Pulau Obi, tepatnya terletak pada Kecamatan Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan,  Provinsi Maluku Utara. Di Pulau Gamumu terdapat dua Desa, yakni Desa Mano dan Desa Loleo. 
Desa Mano yang letaknya cukup jauh dari  kota kabupaten. Butuh waktu sekitar 10-12 jam dari desa untuk sampai di kota kabupaten Halmahera Selatan (Labuha). Dari desa, biasanya harus menempuh jalur laut-melewati pesisir Pulau Obi, sampai dengan menyebrang ke Pulau Bacan, alat transportasi yang sering dipakai adalah Motor Laut (kapal dengan ukuran 5 GT).
Letaknya memang paling Selatan. Sehingga secara geografis bisa dibilang desa yang terpencil. Namun disisi lain desa ini merupakan jalur strategis antara provinsi, karena menghubungkan antara 3 Provinsi yakni Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Penduduk di Desa Mano 100% pendatang dari berbagai suku bangsa. Mulai dari suku Buton, Tobelo-Galela, Kei, Jawa, Bugis, dan yang lainnya, bersatu padu dalam masyarakat ini.
Letanya boleh di desa terpencil. Umurnya pun sudah cukup dibilang dewasa, pertama mendirikan desa Mano ini kurang lebih pada tahun 1964. Tapi bicara masalah kondisi, suasana, sikap, pola fikir dan perilaku, tunggu dulu.  Hal-hal yang biasanya hanya ada di kota, ada di sini. Hiburan menjadi hal yang sangat dicari oleh masyarakat. Maklumlah, Untuk nonton tivi saja, masyarakat harus menunggu malam hari tiba.
Pertama, dari segi fasilitas. Padahal sebenarnya PLN belum ada di sini. Umumnya masyarakat menggunakan Mesin Diesel, genset dan sinar surya untuk penerangan. Itu pun hanya berlaku dari jam enam sore hingga jam 10-12 malam. Tape (alat musik) dari sore hingga larut malam adalah hiburan mubarok bagi masyarakat. Biasanya ini ada dalam acara pernikahan masyarakat yang berduit. Pada hari ini, kita akan menyaksikan masyarakat, dari dewasa hingga anak-anak berjoget dari pagi hari hingga pagi kembali. Sepertinya, kecerdasan kinestetik menjadi kelebihan masyarakat Mano.
Kedua, dari segi pola fikir dan perilaku. Umumnya masyarakat di sini terbilang harmonis bahkan tentram hidup berdampingan, walaupun masyarakatnya majemuk di desa ini masih kita jumpai perilaku masyarakat yang toleran, bersemangat gotong royong dan masih banyak lagi nilai-nilai masyarakat lainnya, namun beberapa tahun terakhir mengalami perubahan yang singnifikan, masyarakat mulai acuh tak acuh terhadap hal-hal yang biasanya-paling tidak secara umum di desa-dianggap sesuatu yang perlu dijaga atau tabu untuk dibicarakan dan dilakukan. Beberapa hal itu (tidak bisa saya sebutkan di sini) biasanya hanya lazim terjadi di wilayah perkotaan. Di kota, hal tersebut cenderung mendapat pemakluman oleh masyarakat karena setiap orang cenderung sibuk mengurus dirinya masing-masing. Ini yang saya maksud pola fikir dan perilaku orang kota pada umumnya.
Mungkin ini pengaruh dari Urbanisasi serta heterogennya suku yang ada di sini sehingga nilai-nilai atau budaya yang ada di satu daerah tak lagi menonjol. Percampuran banyaknya budaya itu akhirnya menutupi satu per satu budaya yang asli dari daerah atau suku masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar